Wednesday, November 29, 2006

Biobahan Bakar

Biobahan Bakar
Pemerintah, Berilah Insentif



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berulang kali menegaskan niat pemerintah untuk mengembangkan biobahan bakar (biofuel) untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan menekan pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi (gas buang) kendaraan bermotor.

Bahkan, dalam pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush di Istana Bogor pada tanggal 20 November lalu, Presiden Yudhoyono membahas tentang pengembangan biobahan bakar di Indonesia, yang mencakup biosolar (campuran antara minyak nabati dan solar) dan biopremium (campuran etanol dan premium).

Pemerintah perlu menyadari bahwa penggunaan biobahan bakar untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan menekan pencemaran udara itu hanyalah salah satu alternatif.

Di luar itu masih ada alternatif lain, misalnya menggunakan mobil yang hemat dalam mengonsumsi bahan bakar dan kadar emisinya berada dalam ambang batas yang dapat ditoleransi, atau menggunakan mobil hibrida (hybrid) yang menggabungkan mesin berbahan bakar minyak dengan motor listrik, atau dalam jangka panjang mobil yang menggunakan gas hidrogen sebagai bahan baku (fuelcell) atau hidrogen cair sebagai bahan bakar.

Penggunaan biosolar dengan campuran minyak nabati antara 5-10 persen (B5-B10) dan biopremium dengan campuran etanol antara 5-10 persen (E5-E10) memang bisa dilakukan secara langsung, tanpa perlu melakukan perubahan apa pun pada mesin. Berbagai uji coba atau sosialisasi sudah dilakukan untuk membuktikan hal itu.

Di samping itu, minyak nabati dan etanol yang dibakar bersama dengan bahan bakar minyak itu kadar emisi gas berbahayanya rendah. Emisi CO2-nya tidak menambah jumlah CO2 yang ada di atmosfer mengingat CO2 itu dihasilkan tanaman dari proses fotosintesis.

Masyarakat pun rasanya tidak sulit didorong untuk menggunakan biosolar atau biopremium asalkan harga jual biosolar dan biopremium per liternya lebih murah ketimbang harga solar dan premium.

Kemampuan penyediaan

Dan, jika semua pengguna mobil yang menggunakan mesin diesel dan mesin bensin memutuskan untuk menggunakan B5 dan E5, yang akan menjadi persoalan utama adalah kemampuan untuk menyediakan minyak nabati untuk keperluan campuran biosolar dan etanol untuk campuran biopremium dalam jumlah besar.

Mengingat dengan penggunaan 5 persen minyak nabati (B5) dalam campuran biosolar, dalam satu tahun diperlukan persediaan minyak nabati sebanyak 1,5 juta kiloliter. Sementara dengan penggunaan 5 persen etanol dalam campuran biopremium, dalam satu tahun diperlukan persediaan etanol sebanyak 900.000 kiloliter. Pada penggunaan B10 dan E10, jumlah minyak nabati dan etanol yang harus disediakan meningkat dua kali lipat.

Memang bahan minyak nabati, seperti minyak sawit (CPO), minyak kelapa, jarak pagar, dan lain-lain, serta bahan etanol, seperti tebu, nira sorgum, jagung, ubi jalar, dan lain-lain, tersedia di negara ini.

Akan tetapi, persoalannya, sanggupkah minyak nabati dan etanol dalam jumlah sebesar itu disediakan secara berkelanjutan? Demikian juga mengenai standar kualitas dari minyak nabati atau etanol yang dihasilkan.

Perlu disadari bahwa apa yang dimiliki Indonesia pada saat ini barulah merupakan potensi. Untuk membuat potensi itu menjadi kenyataan, masih diperlukan waktu yang cukup panjang.

Sambil menunggu hal itu, untuk jangka pendek, mungkin pemerintah bisa mendorong alternatif lain, yakni memperbanyak penggunaan mobil yang hemat dalam mengonsumsi bahan bakar dan kadar emisinya berada dalam ambang batas yang dapat ditoleransi, atau menggunakan mobil hibrida (hybrid) yang menggabungkan mesin berbahan bakar minyak dengan motor listrik, yang sangat efisien dalam mengonsumsi bahan bakar.

Perlu beri insentif

Khusus untuk mendorong masyarakat menggunakan mobil yang hemat mengonsumsi bahan bakar dan kadar emisinya berada dalam ambang batas yang dapat ditoleransi, atau mobil hibrida, pemerintah tidak cukup hanya dengan mengeluarkan anjuran, pemerintah juga perlu memberikan insentif.

Cara pemberian insentif itu bisa bermacam-macam, termasuk pengurangan pajak. Dengan demikian, mobil-mobil yang hemat dalam mengonsumsi bahan bakar dan ramah lingkungan bisa dijual dengan harga terjangkau sehingga jumlahnya di jalanan semakin banyak.

Dengan penggunaan mobil hibrida yang meluas, penghematan bahan bakar bisa ditekan. Bukan itu saja, mobil-mobil hibrida pun bisa menggunakan biopremium. Dan, soal emisinya, mobil-mobil hibrida itu termasuk ramah lingkungan.

Di Indonesia, sudah ada dua merek mobil yang memasukkan mobil hibrida, yakni Honda (Civic Hybrid) dan Toyota (Prius), meskipun hanya untuk kepentingan uji coba.

Pengenaan pajak yang tinggi menjadikan mobil hibrida tidak dapat dijual dengan harga yang terjangkau di Indonesia. Dengan pemberian insentif, diharapkan kehadiran mobil-mobil hibrida marak di negeri ini.

Saat ini sudah ada Toyota Prius yang digunakan di jalan raya. Namun, mobil itu masuk melalui jalur importir umum, bukan melalui agen tunggal pemegang merek.

Toyota Prius adalah mobil hibrida pertama yang diproduksi secara massal dan dijual kepada umum. Prius, yang di dalam bahasa Latin berarti sebelum atau pertama, pertama kali dijual di Jepang pada tahun 1997 dan di dunia pada tahun 2001.

Dalam tahun 2006, Prius telah terjual sebanyak 500.000 unit di seluruh dunia, 266.212 unit di antaranya terjual di Amerika Serikat. (JL)

Sunday, November 12, 2006

Saudara Tua Manusia Tubuhnya Berduri

AFP/NOAA-HO
Bulu babi ungu memiliki gen-gen yang mirip dengan manusia, dan memiliki sistem kekebalan yang sangat mengagumkan sehingga bisa dijadikan mode pengembangan pengobatan baru untuk melawan penyakit.

BERITATERKAIT
MANUSIA MODERN DAN NEANDERTHAL ... EVOLUSI OTAK MANUSIA DITENTUKAN GEN ...
Saudara Tua Manusia Tubuhnya Berduri
Siapa menyangka kalau salah satu saudara tua manusia adalah mahluk kecil berduri dan tak bertulang belakang yang hidup di dasar laut. Urutan kode DNA-nya memiliki banyak kesamaan dengan DNA manusia.
"Bulu babi tidak lebih mirip dengan manusia dibandingkan lalat buah, tapi 70 persen gen bulu babi memiliki kemiripan dengan manusia sementara pada lalat buah hanya 40 persennya saja," kata George Weinstock dari Sekolah Kedokteran Baylor, AS yang memimpin proyek pengurutan DNA bulu babi.
Dalam laporan khusus yang dimuat jurnal Science edisi 9 November, para peneliti mendeskripsikan genom seekor bulu babi berwarna ungu (Strongylocentrotus purpuratus). Tidak hanya gen yang mirip, bulu babi dan manusia memiliki kemiripan sistem kekebalan tubuh sehingga penemuan ini bisa menjadi dasar pengembangan sistem pengobatan baru.
Bulu babi memiliki bentuk tubuh bulat dipenuhi duri untuk merambat di dasar lautan. Bulu babi termasuk dalam filum Echinodermata, satu kelompok dengan bintang laut dan ketimun laut. Sedangkan manusia satu kelompok dengan hewan-hewan bertulang belakang dalam filum Chordata. Kedua jenis filum merupakan cabang kelompok besar yang disebut Deuterostoma.
Kemiripan antara manusia dan bulu babi yang memiliki jalur kekerabatan jauh dapat dijadikan model untuk memahami proses evolusi. Dalam proyek genetika tersebut, para ilmuwan mengambil DNA dari sperma seekor bulu babi jantan California yang hidup menyebar di pantai barat AS dari Baja hingga Alaska. Hasil identifikasi menunjukkan ada 23.300 gen yang tersusun dari 814 juta kode DNA yang dimiliki seekor bulu babi.
Analisis terhadap genom bulu babi juga menunjukkan bahwa bulu babi memiliki sistem kekebalan dan kepekaan gen yang unik dan kompleks. Hal ini dapat menjelaskan mengapa hewan tersebut bisa bertahan hingga 100 tahun.
"Mereka hidup bahkan lebih lama dari manusia dan sangat melindungi dirinya," kata Weinstock. Di luar dugaan, mereka memiliki sistem kekebalan turunan yang sangat beragam.
Sementara sistem kekebalan tubuh manusia harus mempelajari benda asing yang membahayakan tubuh sebelum menangkalnya, tubuh bulu babi memiliki kemampuan langsung mendeteksi bakteri dan virus berbahaya dan membinasakannya. Kemampuan ini dapat dipelajari untuk mengembangkan sistem pengobatan baru melawan penyakit. Beberapa gen yang dimiliki bulu babi juga diketahui mirip dengan gen manusia yang menyebabkan penyakit distropi otot dan penyakit Huntington.
Pengurutan DNA tersebut juga membantu para ilmuwan mempelajari proses pembentukan bagian luar tubuh bulu babi. Hewan ini tidak memiliki mata dan telinga, tapi memiliki gen yang berhubungan dengan pembentuk sensor penglihatan, bau, rasa, pendengaran, dan keseimbangan.
"Tidak seorang pun yang memprediksi sebelumnya kalau bulu babi punya gen yang dapat membentuk sistem penglihatan," kata Gary Wessel, anggota konsorsium pengurutan genom bulu babi dari Universitas Brown, AS. Beberapa protein sensor penglihatannya terkumpul di kaki silinder, bagian tubuh yang diduga membantu proses penginderaan.
Meski demikian masih belum dapat dipastikan apakah sensor tersebut juga dapat dipakai untuk melhat mengingat di dasar laut tidak ada cahaya. Fungsi dan peranannya akan dipelajari lebih lanjut setelah penelitian genomnya diselesaikan.Sumber: LiveScience.comPenulis: Wah

Biofuel 5 Persen, bisa Kurangi Kebutuhan Minyak 2,4 Juta Kiloliter

Biofuel 5 Persen, bisa Kurangi Kebutuhan Minyak 2,4 Juta Kiloliter
JAKARTA, MINGGU -Kebutuhan nasional minyak fosil 2007 akan berkurang sebesar 2,4 juta kiloliter (KL) jika biodiesel dan bioethanol (campuran solar dan premium dengan minyak nabati) bisa menggantikan kebutuhan minyak fosil tersebut sebesar lima persen.
Hal itu dikatakan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Hilmi Panigoro sebelum pemberangkatan sekitar 90 kendaraan berbahan bakar biofuel lima persen pada Biofuel Car’s Road Show Jakarta-Bandung yang diawali di halaman Kantor BPPT Jakarta dan akan berakhir di ITB Bandung, Minggu (12/11).
Dengan pertumbuhan konsumsi minyak tanah mencapai tujuh persen per tahun, ujarnya, maka pada 2007 kebutuhan minyak solar akan meningkat menjadi 30 juta KL dan kebutuhan premium akan meningkat menjadi 17,5 juta KL. "Bila bisa digantikan lima persen kebutuhan solar dengan biodiesel sebesar 1,5 juta KL dan lima persen premium dengan bioethanol 900 ribu KL, maka total subtitusi itu akan menurunkan kebutuhan minyak fosil 2,4 juta KL pada 2007," katanya.
Jika tidak, ujarnya, bisa dibayangkan berapa negara harus mengimpor kekurangan minyak fosil tersebut berhubung total produksi semua kilang nasional hanya 44,9 juta KL.
Ia juga menyebutkan kesulitan nasional ketika minyak mencapai harga tertinggi dalam sejarah sebesar 74 dolar AS per barel pada Juni 2006, sementara asumsi harga minyak dalam APBN 2006 hanya 57 dolar AS.
Sementara itu, Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material, Marzan Aziz Iskandar mengatakan, melalui road show tersebut akan dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana variasi blending memberi dampak pada mobil bermesin diesel.
BPPT sendiri, ujarnya, telah melakukan uji variasi prosentasi blending B10 (10 persen biodiesel, 90 persen solar) pada 23 bus BPPT dan satu mobil menggunakan bio oil (minyak curah) dan solar dengan perbandingan 50:50, serta pengujian B30 pada uji Jawa-Sumatera 2002 dan uji 20 ribu km pada 2004.
Ditanya soal biofuel 100 persen tanpa campuran minyak fosil, Marzan mengatakan, sebenarnya teknologi sudah mampu, tetapi peraturan dan standar yang saat ini ada hanya mengatur campuran hingga 10 persen. "Meski pencampuran dengan biofuel aman bagi kendaraan dan tak perlu perubahan komponen, penelitian menyarankan campuran tidak lebih dari 20 persen ke atas tanpa konverter. B100 bahkan lebih kental dari minyak solar dan lebih cepat beku sehingga suplai bahan bakar akan melambat," katanya.
Sementara itu Staf Ahli Menristek bidang Energi Alternatif dan Terbarukan, Martin Djamin, mengatakan prospek biofuel di masa depan cerah di mana sudah ada sekitar 50 jenis tanaman bisa dijadikan bahan bakar nabati. "Tinggal melihat tanaman mana yang paling baik misalnya untuk campuran sekian persen, khususnya tanaman yang tak perlu bersaing dengan mulut manusia (pangan -red) seperti minyak jarak," katanya.Sumber: Antara