Thursday, March 02, 2006

Menjadikan Styrofoam Ramah Lingkungan

Menjadikan Styrofoam Ramah Lingkungan
Jakarta, Kamis

Kirim Teman Print Artikel
ist.
Sampah styrofoam dapat diuraikan menjadi plastik ramah lingkungan oleh bakteri Pseudomonas putida.

Bakteri ada di mana-mana. Diam-diam mereka bekerja menghancurkan selulosa, mencerna sisa-sisa makanan, atau mengikat nitrogen di dalam tanah.
Selain itu, dengan perkembangan bioteknologi, beberapa turunan bakteri tertentu juga dimanfaatkan untuk membersihkan minyak yang tumpah di laut hingga menangkap gambar beresolusi tinggi layaknya fungsi retina.
Baru-baru ini, para ahli biologi di University of College Dublin, Irlandia, menemukan turunan bakteri Pseudomonas putida, yang biasa ditemukan di dalam tanah, memakan minyak styrene murni dan mengubahnya menjadi plastik yang ramah lingkungan. Minyak yang merupakan hasil pemanasan styrofoam pada suhu tinggi itu mencemari tanah karena sulit terdegradasi di alam.
Kevin O’Connor dan koleganya mengubah polystyrene menjadi minyak melalui pyrolysis, yaitu memanaskan plastik turunan minyak bumi dengan suhu 520 derajat Celcius tanpa melibatkan oksigen. Pemanasan tersebut menghasilkan cairan yang terdiri atas minyak styrene sebesar lebih dari 80 persen dan sisanya berupa cairan racun lainnya.
Para peneliti kemudian memberikan cairan ini kepada salah satu turunan bakteri, Pseudomonas putida CA-3. Pada awalnya, mereka berharap bakteri akan memurnikan styrene dari larutan. Namun, bakteri justru sangat menikmati menu makan barunya ini dan mengubah 64 gram styrene campuran untuk menghasilkan sekitar 3 gram bakteri baru.
Dalam proses ini, bakteri menyimpan 1,6 gram energi minyak styrene dalam bentuk plastik biodegradable (dapat terurai di alam) yang disebut polyhydroxyalkanoate atau PHA. Selain musnah jika dibakar, plastik jensi ini juga mudah terurai di alam.
Namun, proses biologi yang dilakukan bakteri menghasilkan produk sampingan yang masih beracun, yaitu toluene. Meskipun demikain, temuan ini membawa harapan baru karena menunjukkan bahwa styrofoam dan milekul polystyrene yang menyusunnya dapat diubah menjadi ramah lingkungan.
Styrofoam adalah salah satu sumber pencemaran lingkungan yang besar. Di AS saja, styrofoam sekitar 3 juta ton diproduksi pada 2000 dan 2,3 juta di antaranya dibuang ke lingkungan. "Prinsip dalam proses tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mendaur ulang sampah plastik dari turunan minyak bumi," kata para peneliti yang melaporkan temuannya dalam Environmental Science and Technology edisi 1 April.
Sumber:
sciam.com
Penulis:
Wah

Awal dari teknologi hologram

Plasma Laser Tampilkan Gambar 3D di Udara
Jakarta, Jumat

Kirim Teman Print Artikel
ist
Menggunakan sistem motor, lensa, dan cermin galvanometrik para peneliti membentuk titik mengambang (putih) di sekitar titik api laser.

Para peneliti Jepang berhasil menampilkan citra tiga dimensi (3D) di udara layaknya hologram yang digambarkan dalam berbagai film fiksi. Keberhasilan ini adalah hasil kerjasama antara Institute Nasional Sains dan Teknologi Industri Mutakhir Jepang (AIST), Universitas Keio, dan Burton Inc.
Tidak seperti kesan 3D di monitor dua dimensi, yang terlihat demikian karena perbedaan binocular mata manusia, citra 3D ini tersusun dalam bentuk rangkaian titik cahaya mengambang dari sebuah perangkat berbasis laser. Meskipun demikian, keterbatasan daya pandang mata manusia dan batasan fisik karena kesalahan pembentukan citra virtual membuatnya belum begitu sempurna.
Perangkat tersebut menggunakan fenomena emisi plasma dekat titik api yang dibentuk oleh laser yang difokuskan. Dengan mengendalikan posisi titik api titik fokus dalam sumbu x (panjang), y (lebar), dan z (tinggi), citra 3D di udara dapat ditampilkan.
Peneliti Universitas Keio dan Burton Inc. menyatakan, ketika sinar laser difokuskan, emisi plasma yang berpendar akan terbentuk di dekat titik apinya. Mula-mula, mereka mencoba mengembangkan alat untuk menampilkan gambar dua dimensi di udara. Gambar tersebut disusun oleh rangkaian titik yang dihasilkan dengan teknik kombinasi pancaran laser dan cermin galvanometrik.
Sebab, untuk membentuk gambar 3D di udara, diperlukan pengaturan arah sepanjang sumbu sinar yang lebih rumit. Selain itu, diperlukan juga kualitas laser yang lebih baik serta variasi posisi titik api yang lebih banyak. Itulah sebabnya, mengapa untuk menampilkan gambar 3D di udara tidak mudah.
Apa yang dilakukan para peneliti untuk menampilkan citra 3D adalah memodifikasi gambar dua dimensi dengan sistem motor linier dan pulsa inframerah berkualitas tinggi dan tajam. Dengan demikian, dapat terbentuk gambar 3D mengambang yang tersusun dari rangkaian titik api.
Sistem motor linier dapat membuat variasi posisi titik api dengan cara memindai sebuah lensa yang diletakkan di sekelilingnya. Dengan alat ini, pembentukan gambar di sumbu z mungkin dilakukan. Sedangkan, untuk gambar pada arah sumbu x dan y, digunakan cermin galvanometrik biasa.
Laser berkualitas tinggi yang terbentuk dari pengulangan pulsa pada frekuensi sekitar 100 hertz menghasilkan plasma yang dapat dikontrol dengan sangat teliti. Dengan demikian, akan terbentuk gambar yang tajam dan jarak gambar dengan sumber laser dapat ditambah beberapa meter.
Emisi laser membutuhkan waktu sekitar satu nanodetik atau 1000 mikrodetik. Alat tersebut menggunakan sebuah pulsa untuk membentuk sebuah titik. Mata manusia sendiri baru dapat melihat bentuk rangkaian minimal 100 titik perdetik. menggunakan software, pulsa-pulsa tersebut dapat diatur dan dikendalikan untuk menghasilkan berbagai bentuk tiga dimensi.
Sumber:
physorg.com
Penulis:
Wah